1.1
KONSEP BLACK MARKET
a. Pengertian Black Market
Black Market ( BM ) sesuai istilah
yang jamak dipakai dalam hukum positif dan transaksi-jual beli kontemporer
artinya adalah perdagangan illegal, perdagangan tidak resmi, perdagangan
yang dilakukan di luar jalur resmi dengan sebab melanggar hukum suatu negara.
Perdagangan yang diperbolehkan berlaku di wilayah hukum Indonesia adalah
perdagangan yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun
dengan ketertiban umum.
“Black Market is The Illegal free market
which flourishes in economies
where consumer goods
are scarce or are heavily taxed. In the first kind, black market prices
are higher than the 'official' or controlled prices. In the second kind, prices
are lower than the 'legitimate'
or taxed prices, due
to tax evasion”
“Pasar bebas ilegal
yang tumbuh subur di suatu
negara yang mana barang-barang
konsumsi sangat langka atau mahal karena dikenakan pajak. Pada jenis pertama, harga
pasar gelap (black
market) bisa jadi lebih tinggi dari harga 'resmi' atau yang dikendalikan oleh otoritas ekonomi negara. Pada jenis
kedua, harga jadi lebih
rendah dari harga 'sah' atau yang dikenakan pajak, karena penggelapan
pajak.” Kalau dari definisi diatas yang
banyak terjadi di Indonesia itu ialah jenis black market yang kedua; yaitu
barang illegal yang masuk ke dalam negeri dengan tanpa pembayaran pajak (bea).
Yang awalnya barang itu mahal karena ada pajak yang dibayar, barang itu menjadi
lebih murah bahkan sangat murah karena tidak terkena pajak. Walaupun memang definisi ini tidak disepakati
oleh semua, akan tetapi setidaknya definisi diatas itu memang yang banyak
terjadi. Kabar yang banyak beredar di media itu juga kan walaupun redaksi
berbeda, akan tetapi intinya sama. Yaitu penjualan barang illegal karena tidak
melewati pembayaran pajak, artinya tidak melalui jalur yang sah, yang telah
ditetapkan oleh suatu Negara.
Transaksi jual-beli barang black
market (BM) mempunyai dampak negatif pada kondisi perekonomian pada suatu
wilayah (negara). Hal ini dikarenakan, disamping barang BM tersebut masuk ke
suatu wilayah tanpa terkena pajak (tax), barang BM juga termasuk
kategori gharar, tidak jelas asal usulnya. Dalam perspektif hukum
Islam, praktek transaksi jual-beli termasuk sesuatu yang dibolehkan.
Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Al-Baqarah [2]: 275. “Allah menghalalkan
jual-beli dan mengharamkan riba”. Ayat ini sesuangguhnya masih bersifat umum.
Karena tidak semua model transaksi jual-beli yang dihalalkan dalam syariah
Islam. Sehingga ada beberapa hadits Nabi Muhammad Saw yang men-takhsish
ayat tersebut. Ditemukan beberapa hadits Nabi yang menjelaskan transaksi
jual-beli yang masuk dalam kategori dilarang untuk dipraktekkan.
Beberapa transaksi jual-beli
yang dilarang dalam Islam, diantaranya adalah ba’i al-gharar
(jual-beli yang mengandung unsur ketidakjelasan (jahalah)), ba’i
al-ma’dum (transaksi jual-beli yang obyek barangnya tidak ada), ba’i
an-najash (jual-beli yang ada unsur penipuan), talaqi rukban
(transaksi jual-beli yang menciptakan tidak lengkapnya informasi di pasar,
karena penjualnya dihadang di tengah jalan), transaksi jual-beli pada
obyek barang yang diharamkan, dll. Adapun praktek transaksi jual-beli barang BM
termasuk dalam transaksi yang dilarang, karena beberapa sebab, di antaranya
adalah:
Ø ,
transaksi BM merupakan bentuk transaksi yang ilegal. Mengapa ilegal? Karena
barang BM adalah barang yang statusnya tidak diakui di pasar. Karena masuknya
ke pasar melalui selundupan, agar tidak kena bea cukai.
Ø Kedua,
transaksi jual-beli BM akan mengganggu keseimbangan pasar. Dalam hal ini,
barang-barang BM yang telah beredar di pasar akan mempengaruhi harga barang
sejenis yang dijual secara legal. Biasanya, barang yang berstatus BM akan
dijual lebih murah, dibanding dengan barang yang memang statusnya diperoleh
secara legal. Rasulullah Saw melarang bentuk transaksi yang berakibat pada
terganggunya mekanisme pasar. Dari sisi penawaran (supply), kondisi
harga pasar akan terganggu. Hal ini sama dengan model transaksi talaqi
rukban yang dilarang untuk dipraktekkan oleh Rasulullah Saw. Karena
efeknya sama-sama mempengaruhi mekanisme pasar.
Ø Ketiga,
ajaran Islam memberikan panduan bagi umatnya untuk menggunakan barang atau
produk yang halal. Produk BM termasuk dalam kategori produk yang tidak jelas (gharar)
asal usulnya. Bisa jadi, produk BM berasal dari praktek yang dilarang dalam
Islam, seperti hasil pencurian atau penipuan dll. Dalam hal ini, produk BM bisa
kita kategorikan dalam transaksi yang gharar (tidak jelas) yang
prakteknya dilarang dalam ajaran Islam. [1]
b. Hukum Jual - Beli Melalui Black
Market
Cakupan
istilah pasar gelap ini cukup luas, selama perdagangan tersebut melanggar hukum
dan dilakukan di luar jalur resmi, maka dapat disebut sebagai suatu pasar
gelap. Misalnya, barang (telepon selular) yang diperdagangkan tersebut
merupakan hasil pencurian, penyelundupan, atau tidak dilengkapi perizinan untuk
dapat diperdagangkan, sehingga melanggar suatu ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dasar dari terjadinya jual beli adalah perjanjian jual
beli. Salah satu syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) adalah adanya sebab
yang halal yakni sebab yang tidak bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum (lihat Pasal 1337 KUHPer). Sehingga, jika telepon selular yang
diperdagangkan itu diperoleh dari hasil pencurian, penyelundupan, penadahan
atau diperoleh dengan cara-cara lain yang melanggar undang-undang, dapat
dikatakan jual beli tersebut tidak resmi/tidak sah dan terhadap pelakunya dapat
dijerat dengan pasal-pasal pemidanaan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
Selain
itu, telepon selular termasuk produk
telematika sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.: 19/M-DAG/PER/5/2009 (“Permendag
19/M-DAG/PER/5/2009”). Definisi produk telematika menurut Pasal 1 angka 1 Permendag 19/M-DAG/PER/5/2009
adalah sebagai berikut :
“Produk
telematika adalah produk dari kelompok industri perangkat keras telekomunikasi
dan pendukungnya, industri perangkat penyiaran dan pendukungnya, industri
komputer dan peralatannya, industri perangkat lunak dan konten multimedia,
industri kreatif teknologi informasi, dan komunikasi.”
Telepon selular, menurut
ketentuan Lampiran I Permendag 19/M-DAG/PER/5/2009, merupakan salah satu
produk yang wajib dijual dengan
disertai kartu jaminan/garansi purna jual dalam Bahasa Indonesia. Hal
tersebut terkait juga pengaturan Pasal 2 ayat (1) Permendag 19/M-DAG/PER/5/2009 yang
menyatakan bahwa:
“Setiap
produk telematika dan elektronika yang diproduksi dan/atau diimpor untuk
diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib
dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan (garansi purna jual)
dalam Bahasa Indonesia.”
Karena itu, terhadap penjual
telepon selular yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) Permen 19/M-DAG/PER/5/2009 berlaku
ketentuan Pasal 22 Permen 19/M-DAG/PER/5/2009 yang menyatakan bahwa:
“Pelaku
usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat [1], dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (“UUPK”).”
Jika kita melihat pada ketentuan
UUPK, Pasal 8 ayat (1) huruf j UUPK menyatakan bahwa seorang pelaku
usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang yang tidak
mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam Bahasa
Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Terhadap
pelanggaran Pasal 8 UUK ini pelaku usaha dapat dikenakan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar (lihat Pasal
62 ayat [1] UUPK). Maka, berdasarkan pengaturan Pasal 62 ayat [1] jo. Pasal 8
ayat (1) UUPK seorang penjual telepon selular yang tidak memberikan
kartu garansi dan layanan purna jual dapat dikenai sanksi pidana. Lebih lanjut,
mengenai penuntutan berdasarkan Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1).
Dari uraian
di atas, dapat kiranya disimpulkan bahwa penjualan telepon selular di pasar
gelap atau tanpa garansi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan adalah
melanggar hukum.[2]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar