Sabtu, 05 Januari 2013

Aliran Wahabi

Sejarah & Pemikiran Aliran Wahabi
A.     Sekilas Asal Usul Pendiri Aliran Wahabi
Sekte Wahabiyah ini dinisbatkan kepada Muhammad ibn Abdil Wahhab ibn Sulaiman an- Najdi. Lahir tahun 1111 H dan wafat tahun 1206 H.
Beliau telah belajar sedikit ilmu agama dari beberapa gurunya termasuk ayahnya sendiri. Disebutkan bahwa dia gemar membaca bertita dan kisah-kisah para pengaku kenabian, seperti Musailamah al Kadzdzâb, Sujâh, Aswad al Ansi dan Thulaihah al Asdi. Sejak masa studinya telah tampak dari gelagatnya penyimpangan besar, sehingga ayahnya dan para gurunya mengingatkan masyarakat akan bahaya penyimpangannya. Mereka bertutur, “Anak ini akan tersesat dan akan menyesatkan banyak orang yang Allah sengsarakan dan jauhkan dari rahmat-Nya”.
Pada tahun 1143.H Muhammad ibn Abdil Wahhab menampakkan ajakannya kepada aliran baru, akan tetapi ayahnya bersama para masyaikh, guru-guru besar di sana berdiri tegak menghalau kesesatannya itu. Mereka menbongkar kebatilan ajakannya. Ajakannya tidak laku, sehingga ketika ayahnya wafat pada tahun 1153 H, ia mulai berleluasa dalan ajakannya. Ia mulai menyuarakan kembali ajakannya di kalangan para awam yang lugu dan tak tau banyak tentang agama, maka sekelompok orang awam menerima ajakannya dan mendukungnya. Atas kelahiran sekte sempalan ini, masyarakat di sana bangkit dan hamper-hampir membunuh Ibnu Abdil Wahhab (penganjurnya).
Ia melarikan diri ke kota Al ‘Aniyyah. Di sana ia mendekatkan diri kepada Emir kota tersebut, ia menikah dengan saudari Emir. Di sana ia memulai kembali ajakannya kepada bid’ah yang ia cetuskan itu, tetapi tidak lama kemudian, masyarakat Al ‘Ainiyyah keberatan dengan ajakannya, mereka mengusirnya dari kota tersebut.
Ia pergi meninggalkan Al ‘Ainiyyah menuju Ad Dir’iyyah (sebelah timur kota Najd), sebuah daerah yang dahulu ditinggali oleh Musailamah al kadzdzâb yang mengaku-ngaku sebagai nabi itu dan dari kota itulah gerombolan kaum murtaddin berusaha menyerang kota Madinah sepeninggal Nabi saw. Di kota tersebut, ia mendapat dukungan dari Emirnya yaitu Muhammad ibn Sa’ud, dan masyarakat di sana menyambut ajakannya dengan hangat.
Ketika itu ia bertingkah seakan seorang mujtahid agung. Ia tidak pernah menghiraukan pendapat para imam dan ulama terdahulu maupun yang sezaman dengannya, sementara itu semua tau bahwa ia sangat tidak layak untuk mensejajarkan dirinya di barisan para ulama mujtahidin.Demikianlah disifati oleh saudara kandunganya, seorang alim besar bermana Sulaiman ibn Abdil Wahhab. Sebagai saudara kandung ia tau persis kondisi saudara tersebut. Syeikh Sulaiman ini telah menulis sebuah buku yang membidas ajakan saudaranya yang sesat dan menyimpang itu. Di antara beliau mengatakan:

اليوم ابتلى الناس بمن ينتسب الى الكتاب والسنه ويستنبط من علومهما ولا يبالى من خالفه، ومن خالفه فهو عنده كافر، هذا وهو لم يكن فيه خصله واحده من خصال اهل الاجتهاد، ولا واللّه ولا عشر واحده، ومع هذا راج كلامه على كثير من الجهال، فانا للّه وانا اليه راجعون.
Sekarang, orang-orang telah ditimpa bala’ (bencana) dengan seorang yang mengaitkan dirinya dengan Alqur’an dan Sunnah, menyimpulkan dari keduanya, dan tidak menghiraukan sesiapa yang menyelisihinya. Siapa yang menyelisihinya adalah kafir menurutnya. Demikinlah, sementara ia bukan seorang yang menyandang satu dari sekian banyak syarat ijtihad… tidak bahkan sepersepuluh syaratnya pun tidak ia miliki. Namun demikian ucapannya laris di kalngan kaum jahil. Innâ Lilâhi wa Innâ Ilahi Râji’ûn.
B.     Dasar Pemikiran Aliran Wahabi
Sekte Wahhabiyah memiliki dasar doqma ajaran yang dinyatakan dan dasar yang tersembunyi. Dasar yang dinyatakan adalah memurnikan tauhid hanya untuk Allah SWT., memerangi syirik dan berhala-berhala/sesembahan selain Allah. Akan tetapi realita sepak terjang sekte ini tidak mencerminkan sedikitpun dasar yang mereka nyatakan, seperti akan Anda saksikan nanti.
Adapun dasar yang tersembunyi ialah merobek-robek kasatuan Umat Islam, membangkitkan fitnah dan mengobarkan peperangan di antara sesama  mereka demi kepentingan para penjajah Barat. Ini adalah poros yang seluruh upaya dan usaha kaum Wahhabi bergerak untuknya sejak awal pembentukannya hingga hari ini. Inilah dasar sesungguhnya sekte ini yang untuknya dasar pertama yang dinyatakan dieksploitasi demi merayu kaum awam yang lugu dan kosong pamahaman agama mereka. Tidak diragukan lagi bahwa slogan memurnikan Tauhid hanya untuk Allah SWT. dan memerangi kemusyrikan adalah slogan yang sangat menawan dan memikat, di bawah slogan itu mereka yang telah terjaring aliran akan bersemangat, sementara itu mereka tidak memahami bahwa slogan itu hanya sekedar kedok demi merealisasikan tujuan awal yang disembunyikan itu.
Ajaran Salafi Wahabi Memvonis sesat kitab “Aqidatul Awam, dan Qashidah Burdah. Mengkafirkan dan menganggap sesat pengikut Mazdhab Asy’ari dan Maturidiyyah. Merubah beberapa bab kitab-kitab ulama klasik, seperti kitab al-Adzkar an-Nawawi. Mereka menolak perayaan Maulid Nabi Muhammad karena menganggap acara tersebut sebagai acara bid’ah, dan perbuatan bid’ah menurut mereka adalah sesat semuanya. mereka menilai acara yasinan tahlilan adalah ritual bi’ah, padahal kedua amalan tersebut tidak bisa dikatakan melanggar syari’at, karena secara umum bacaan dalam susunan tahlil ada dalil-dalilnya baik dari al-Qur’an dan al-Hadits seperti yang sudah disampaikan oleh para ulama-ulama terdahulu. Dan mereka menolak kitab “Ihya’ Ulumuddin” karya Imam al-Ghazali (hal.24-25).
Para peneliti sejerah aliran Wahhabiyah telah membuktikan bahwa ajakan ini telah dibentuk atas perintah langsung Kementrian urusan Penjajahan Kerajaan Inggris. Sebagai contoh anda bisa baca buku ”Pilar-pilar Penjajahan” tulisan Khairi Hammâd, ”Tarikh Najd” tulisan Lison John Philippi yang menyamar dengan nama Abdullah Philippi serta ”Wahhabiyah Naqdun wa Tahlîl tulisan Hamayun Hamta.
C.    Pilar Pemikiran Aliran Wahhabiyyah
Kaum Wahhabi membagi akidah menjadi dua bagian:
ü  Pertama, yang datang dalam Alqur’an dan atau Sunnah. Mereka mengklaim bahwa bagian ini mereka ambil dari dasar Alqur’an dan Sunnah tanpa berujuk kepada ijtihad para mujtahidin dalam memahami maknanya, baik dari kalangan Sahabat, Tabi’in atau para imam mujtahidin lainnya.
ü  Kedua, apa-apa yang tidak ada nash yang datang tentangnya. Di sini mereka mengklaim mengambilnya dari pemahaman Imam Ahmad dan Ibnu Taimiyah.
Akan tetapi dalam kedua perkara ini mereka mengalami kegagalan, mereka terjatuh dalam kontradiksi dan akhirnya menerjang hal-hal yang terlarang. Sebagai contoh:
1) Mereka sangat Literalis.
Mereka beku dan terpaku atas makna-makna yang mereka fahami dari zahir sebagian nash, karenanya mereka menyalahi dasar-dasar ushûl dan ijma’. Dari sini Syeikh Muhammad Abduh menyifati mereka dengan, “Sangat sempit kesabaran dan kreatifitasnya, sesak dadanya dibanding kaum muqallid, mereka berpandangan wajib hukumnya mengambil makna lahiriyah yang difahami dari teks yang datang dan mengikat diri dengannya tanpa memperhatikan apa yang ditetapkan oleh dasar-dasar yang atasnya agama ini ditegakkan.”
2) Mereka menyalahi Imam Ahmad.
Pada kenyataannya, mereka telah nyata-nyata menyalahi Imam Ahmad dalam hal pengkafiran. Sementara itu mereka tidak menemukan pada fatwa-fatwa Imam Ahmad yang dapat dijadikan dasar untuk keyakinan mereka tersebut. Bahkan sebaliknya, prilaku hidup dan fatwa-fatwa Imam Ahmad bertolak belakang dengan mereka. Beliau tidak mengafirkan ahli Kiblat (kaum Muslim) karena sebab dosa, baik dosa besar atau kecil kecuali sengaja meninggalkan shalat. Selain itu mereka juga tidak menemukan pada Ibnu Taimiyah sesuatu yang dapat menjadi bukti kebenaran akidah mereka (tentang pengkafiran), bahkan yang datang dari Ibnu Taimiyah adalah bertolak belakang dengannya.
Ibnu Taimiyah berkata:
إنَّ مَنْ وَالىَ مُوافِقِيْهِ وَعادَى مُخَالفيه، وفرق جماعه المسلمين، وكفر وفسق مخالفيه فى مسائل الاراء والاجتهادات، واستحل قتالهم، فهو من اهل التفرق والاختلاف.
“Sesiapa yang mencintai teman-teman satu pendapat, memusuhi yang menyalahinya, memecah belah jama’ah kaum Muslim, mengafirkan dan menuduh fasik mereka yang menyelisihinya dalam masalah-masalah pandangan dan rana ijithad serta menghalalkan memerangi mereka maka ia tergolong ahli tafarruq dan ikhitlâf (pemecah belah umat dan pengobar perselisihan).”
Dengan demikian kaum Wahhabi sesuai fatwa Ibnu Taimiyah adalah kaum pemecah belah umat dan pengobar perselisihan.
3) Akidah Wahhâbiyah dalam masalah hukum menziarai makam-makam (kuburan).
Akidah Wahhâbiyah dalam masalah hukum menziarai makam-makam (kuburan). meniscayakan harus dikafirkan dan dimusyrikkannya Imam Ahmad ibn Hanbal dan sesiapa yang menyetujui pendapatnya. Dan darah-darah mereka adalah halal untuk dicucurkan dan harta-harta mereka adalah halal untuk dirampas. Ibnu Taimiyah telah menukil bahwa Imam Ahmad ibn Hanbal telah menulis satu juz tentang ziarah makam Imam Husain as. Di Karbala’, apa yang harus dilakukan oleh peziarah. Ibnu Taimiyah berkata:
ان الناس فى زمن الامام احمد كانوا ينتابونه، اى يقصدون زيارته.
“Sesungguhnya manusia di zaman Imam Ahmad senantiasa mendatangi makam Husain.”
Sementara dalam akidah kaum Wahhâbiyah mengadakan perjalanan ke makam-makam dengan tujuan menziarainya adalah syirik yang karenanya pelakunya berhak dihalalkan darah dan hartanya.
Maka dengan dasar akidah tersebut, Imam Ahmad dan kaum Muslimin yang hidup sezaman atau sebelum dan sesudahnya yang berpendapat bahwa praktik tersebut adalah mustahab adalah halal darah dan harta mereka. Bahkan dapat disimpulkan dari keyakinan mereka bahwa seluruh umat Islam itu kafir dan musyrik. Dan tidak terkecuali para sahabat Nabi saw. juga.
4) Hal yang sama juga berlaku pada keyakinan Wahhâbiyah tentang memohon syafa’at dari Nabi saw.
Dalam pandangan Wahhâbiyah, memohon syafa’at dari Nabi saw. Setelah wafat beliau adalah syirik. Dan sesiapa yang mengatakan; “Wahai Rasulullah berilah aku syafa’atmu” maka ia telah syirik akbar,terbesar,karena dalam anggapan Wahhâbiyah orang tersebut telah menjadikan Nabi saw. Sebagai arca yang disembah selain Allah. Karenanya ia kafir dan musyrik,darah dan hartanya halal. Padahal telah tetap dalam hadis shahih bahwa banyak dari sahabat dan tabi’în yang melakukannya. Ibnu Taimiyah pun telah menshahihkannya dari banyak jalur periwayatan. Ia meriwayatkannya dari al Baihaqi, ath Thabarâni, Ibnu Abi ad Dunya, Ahmad ibn Hanbal dan Ibnu as Sunni. Kendati kemudian ia tetap bersikeras meyakini pendapatnya dan menyelisihi hadist shahih. Namun demikian Ibnu Taimiyah tidak menganggapnya sebagai syirik, seperti yang diyakini kaum Wahhâbiyah.(Lebih lanjut baca az Ziyârah; Ibnu Taimyah:7/101-106). Maka atas dasar akidah kaum Wahhâbiyah itu, para sahabat dan tabi’în adalah telah kafir dan menyekutukan Allah dan tentunya wajib dibunuh. Dan tidak hanya mereka yang dihukumi kafir oleh kaum Wahhâbiyah,akan tetapi orang-orang lain pun yang telah sampai kepada mereka, praktik para sahabat dan tabi’în tersebut dalam memohon syafa’at dari Nabi saw,Kemudian tidak mengingkarinya dan tidak mengafirkan mereka, maka ia juga kafir. Darah dan hartanya halal.
Akidah Wahhâbiyah Tentang Sahabat Nabi Saw.
Seperti telah lewat disebutkan,bahwa keyakinan Wahhâbiyah meniscayakan kafirnya sebagian besar sahabat yang hidup sepeninggal Nabi saw. Dimana mereka membolehkan memohon syafa’at dari Nabi saw. Atau membolehkan safar, mengadakan perjalanan menuju makam suci Nabi saw. Atau menyaksikan sahabat lain atau orang lain melakukannya tetapi tidak menegurnya atau menvonisnya kafir dan syirik dan tidak pula menghalalkan darah dan hartanya.
Ini adalah konsekuensi logis akidah mereka itu.Dan demikianlah mereka telah menvonis. Akan tetapi dalam ajakan kapada alirannya, mereka berpura-pura mengagungkan para sahabat Nabi saw. demi merayu kaum awam yang lugu, Sebagaimana mereka sepertinya juga takut dari berterus terang.
Kaum Wahhaâbiyah juga mencerca para sahabat yang hidup sezaman dengan Nabi saw. Muhammad ibn Abdil Wahhâb pendiri sekte ini- berkata tentang sahabat Nabi saw.
ان جماعه من الصحابه كانوا يجاهدون مع الرسول ويصلون معه ويزكون ويصومون ويحجون، ومع ذلك فقد كانوا كفارا بعيدين عن الاسلام
“Sekelompok sahabat ada yang berjihad bersama Rasulullah, shalat bersamanya, membayar zakat, berpuasa dan haji, namun demikian mereka itu adalah kaum kafir dan jauh dari Islam”
Dan sebagai bukti kebencian mereka kepada sahabat Nabi saw., kaum Wahhâbiyah memuji Mu’awiyah setinggi langit. Demikian juga dengan Yazid putranya. Sementara sejarah tidak menyaksikan seorang yang lebih memusuhi sabahat setia Nabi saw. Lebih dari Mu’awiyah. Dan tidak ada seorang yang sangat membenci dan menghina para sahabat Nabi saw. lebih dari Yazid. Dalam tiga tahun masa kekuasannya, Yazid telah melakukan tiga kejahatan dan kekafiran besar.
·         Membantai keluarga Nabi Saw. Husain ra. dan keluarga serta pengkut setianya di padang Karbala.
·         Membantai penduduk kota suci Madinah dan membebaskan pasukannya untuk berbuat apa saja selama tiga hari. Sehingga ratusan penduduk sipil dibantai, tidak terkecuali anak-anak kecil dan kaum manula. Tidak cukup itu mereka memperkosa putri-putri sahabat mulia, sehingga tidak kurang dari 1000 gadis mereka perkosa!
·         Membom bardir Ka’bah dengan alasan menekan basis pertahanan Abdullah ibn Zubair.
Selain itu sejarah mencatat bahwa Yazid adalah pemabuk berat,meninggalkan sholat dan atas dasar fatwa kaum Wahhâbiyah “siapa yang meninggalkan shalat maka ia dihukumi kafir”  Imam Ahmad ibn Hanbal pun telah melaknat Yazid. Jadi jika benar kaum Wahhâbiyah mengaku sebagai pengikut Imam Ahmad ibn Hanbal maka mereka harus mengafirkan Yazid dan melaknatinya selalu. Tetapi anehnya,kaum Wahhâbiyah itu malah tak henti-hentinya memintakan rahmat untuk Yazid dan memujinya setinggi langit.
Dari Uraian di atas dapat di simpulkan, efek samping dari keberadaan salaf wahabi scara garis besar adalah :
Akan dapat mengakibatkan seorang kafir atau keluar dari islam,karena akidah yang dianggapnya (wahabi) sesat ini. Padahal para sahabat-sahabat sesudah Nabi Saw. Tidak menganggap ajaran yang disesatkan wahabi sebagai ajaran yang sesat.[1]






































.



[1] Syaikh,Idahram,sejarah berdarah sekte salafi wahabi; pusataka pesantren,2001

Dua Bait

Jika anugrah itu adalah keindahan
Maka,aku ingin menyebutmu sebagai keindahan
Cahaya yang dulu selalu menerangi langkahku
Kini telah redup bersamanya
        Memang ini semua hanya sebuah omong kosong
        Tapi aku menyebutnya sebagai keseriusan
        Wahai engkau yang aku cinta.......
        " Remember again about It....... "

Black Market



 1.1 KONSEP BLACK MARKET
a.      Pengertian Black Market
            Black Market ( BM ) sesuai istilah yang jamak dipakai dalam hukum positif dan transaksi-jual beli kontemporer artinya adalah perdagangan illegal, perdagangan tidak resmi, perdagangan yang dilakukan di luar jalur resmi dengan sebab melanggar hukum suatu negara. Perdagangan yang diperbolehkan berlaku di wilayah hukum Indonesia adalah perdagangan yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum.
“Black Market is The Illegal free market which flourishes in economies where consumer goods are scarce or are heavily taxed. In the first kind, black market prices are higher than the 'official' or controlled prices. In the second kind, prices are lower than the 'legitimate' or taxed prices, due to tax evasion
Pasar bebas ilegal yang tumbuh subur di suatu negara yang mana barang-barang konsumsi sangat langka atau mahal karena dikenakan pajak. Pada jenis pertama, harga pasar gelap (black market) bisa jadi lebih tinggi dari harga 'resmi' atau yang dikendalikan oleh otoritas ekonomi negara. Pada jenis kedua, harga jadi lebih rendah dari harga 'sah' atau yang dikenakan pajak, karena penggelapan pajak.” Kalau dari definisi diatas yang banyak terjadi di Indonesia itu ialah jenis black market yang kedua; yaitu barang illegal yang masuk ke dalam negeri dengan tanpa pembayaran pajak (bea). Yang awalnya barang itu mahal karena ada pajak yang dibayar, barang itu menjadi lebih murah bahkan sangat murah karena tidak terkena pajak.  Walaupun memang definisi ini tidak disepakati oleh semua, akan tetapi setidaknya definisi diatas itu memang yang banyak terjadi. Kabar yang banyak beredar di media itu juga kan walaupun redaksi berbeda, akan tetapi intinya sama. Yaitu penjualan barang illegal karena tidak melewati pembayaran pajak, artinya tidak melalui jalur yang sah, yang telah ditetapkan oleh suatu Negara.
Transaksi jual-beli barang black market (BM) mempunyai dampak negatif pada kondisi perekonomian pada suatu wilayah (negara). Hal ini dikarenakan, disamping barang BM tersebut masuk ke suatu wilayah tanpa terkena pajak (tax), barang BM juga termasuk kategori gharar, tidak jelas asal usulnya. Dalam perspektif hukum Islam, praktek transaksi jual-beli termasuk sesuatu yang dibolehkan. Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Al-Baqarah [2]: 275. “Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”. Ayat ini sesuangguhnya masih bersifat umum. Karena tidak semua model transaksi jual-beli yang dihalalkan dalam syariah Islam. Sehingga ada beberapa hadits Nabi Muhammad Saw yang men-takhsish ayat tersebut. Ditemukan beberapa hadits Nabi yang menjelaskan transaksi jual-beli yang masuk dalam kategori dilarang untuk dipraktekkan.
Beberapa transaksi jual-beli yang dilarang dalam Islam, diantaranya adalah ba’i al-gharar (jual-beli yang mengandung unsur ketidakjelasan (jahalah)), ba’i al-ma’dum (transaksi jual-beli yang obyek barangnya tidak ada), ba’i an-najash (jual-beli yang ada unsur penipuan), talaqi rukban (transaksi jual-beli yang menciptakan tidak lengkapnya informasi di pasar, karena penjualnya dihadang di tengah jalan), transaksi jual-beli pada obyek barang yang diharamkan, dll. Adapun praktek transaksi jual-beli barang BM termasuk dalam transaksi yang dilarang, karena beberapa sebab, di antaranya adalah:
Ø  , transaksi BM merupakan bentuk transaksi yang ilegal. Mengapa ilegal? Karena barang BM adalah barang yang statusnya tidak diakui di pasar. Karena masuknya ke pasar melalui selundupan, agar tidak kena bea cukai.
Ø  Kedua, transaksi jual-beli BM akan mengganggu keseimbangan pasar. Dalam hal ini, barang-barang BM yang telah beredar di pasar akan mempengaruhi harga barang sejenis yang dijual secara legal. Biasanya, barang yang berstatus BM akan dijual lebih murah, dibanding dengan barang yang memang statusnya diperoleh secara legal. Rasulullah Saw melarang bentuk transaksi yang berakibat pada terganggunya mekanisme pasar. Dari sisi penawaran (supply), kondisi harga pasar akan terganggu. Hal ini sama dengan model transaksi talaqi rukban yang dilarang untuk dipraktekkan oleh Rasulullah Saw. Karena efeknya sama-sama mempengaruhi mekanisme pasar.
Ø  Ketiga, ajaran Islam memberikan panduan bagi umatnya untuk menggunakan barang atau produk yang halal. Produk BM termasuk dalam kategori produk yang tidak jelas (gharar) asal usulnya. Bisa jadi, produk BM berasal dari praktek yang dilarang dalam Islam, seperti hasil pencurian atau penipuan dll. Dalam hal ini, produk BM bisa kita kategorikan dalam transaksi yang gharar (tidak jelas) yang prakteknya dilarang dalam ajaran Islam. [1]

b.      Hukum Jual - Beli Melalui Black Market

Cakupan istilah pasar gelap ini cukup luas, selama perdagangan tersebut melanggar hukum dan dilakukan di luar jalur resmi, maka dapat disebut sebagai suatu pasar gelap. Misalnya, barang (telepon selular) yang diperdagangkan tersebut merupakan hasil pencurian, penyelundupan, atau tidak dilengkapi perizinan untuk dapat diperdagangkan, sehingga melanggar suatu ketentuan peraturan perundang-undangan. Dasar dari terjadinya jual beli adalah perjanjian jual beli. Salah satu syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) adalah adanya sebab yang halal yakni sebab yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum (lihat Pasal 1337 KUHPer). Sehingga, jika telepon selular yang diperdagangkan itu diperoleh dari hasil pencurian, penyelundupan, penadahan atau diperoleh dengan cara-cara lain yang melanggar undang-undang, dapat dikatakan jual beli tersebut tidak resmi/tidak sah dan terhadap pelakunya dapat dijerat dengan pasal-pasal pemidanaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
Selain itu, telepon selular termasuk produk telematika sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.: 19/M-DAG/PER/5/2009 (“Permendag 19/M-DAG/PER/5/2009”). Definisi produk telematika menurut Pasal 1 angka 1 Permendag 19/M-DAG/PER/5/2009 adalah sebagai berikut :
“Produk telematika adalah produk dari kelompok industri perangkat keras telekomunikasi dan pendukungnya, industri perangkat penyiaran dan pendukungnya, industri komputer dan peralatannya, industri perangkat lunak dan konten multimedia, industri kreatif teknologi informasi, dan komunikasi.”
Telepon selular, menurut ketentuan Lampiran I Permendag 19/M-DAG/PER/5/2009, merupakan salah satu produk yang wajib dijual dengan disertai kartu jaminan/garansi purna jual dalam Bahasa Indonesia. Hal tersebut terkait juga pengaturan Pasal 2 ayat (1) Permendag 19/M-DAG/PER/5/2009 yang menyatakan bahwa:
“Setiap produk telematika dan elektronika yang diproduksi dan/atau diimpor untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan (garansi purna jual) dalam Bahasa Indonesia.
Karena itu, terhadap penjual telepon selular yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) Permen 19/M-DAG/PER/5/2009 berlaku ketentuan Pasal 22 Permen 19/M-DAG/PER/5/2009 yang menyatakan bahwa:
“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat [1], dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”).”
Jika kita melihat pada ketentuan UUPK, Pasal 8 ayat (1) huruf j UUPK menyatakan bahwa seorang pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Terhadap pelanggaran Pasal 8 UUK ini pelaku usaha dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar (lihat Pasal 62 ayat [1] UUPK). Maka, berdasarkan pengaturan Pasal 62 ayat [1] jo. Pasal 8 ayat (1) UUPK seorang penjual telepon selular yang tidak memberikan kartu garansi dan layanan purna jual dapat dikenai sanksi pidana. Lebih lanjut, mengenai penuntutan berdasarkan Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1).
Dari uraian di atas, dapat kiranya disimpulkan bahwa penjualan telepon selular di pasar gelap atau tanpa garansi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan adalah melanggar hukum.[2]






  http://zarkasih20.blogspot.com/2013/01/black-market-halal-atau-haram.html
[2] www.hukumonline.com